Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

10 Penggunaan Kata Sambung Untuk Bahasa Bali

Salah satu jenis kata yang penting dalam sebuah bahasa –termasuk dalam bahasa bali- adalah adanya kata hubung yang berfungsi untuk menyambungkan dua kalimat yang secara makna masih berhubungan. Jika  anda hendak membuat  suatu kalimat, hendaknya anda menghindari bentuk kalimat  yang  panjang.

Buatlah kalimat pendek yang tetap bertautan, Agar tautan antar kalimat dalam tulisan anda terhubung dengan baik,  maka dalam hal ini anda dapat  menggunakan  kata penghubung  –disebut juga kata sambung-  yang  dikenal pula dengan sebutan  konjungsi.

Kata sambung atau Konjungsi tidak hanya selalu digunakan dalam menghubungkan antar kata, frase dengan kata, ataupun  kata  dengan  klausa.  Namun juga, bisa  digunakan  sebagai penghubung   antara   satu kalimat   dengan   kalimat  lainnya.

Kata sambung antar kalimat umumnya dipakai untuk menghubungkan beberapa kalimat agar menjadi  satu kalimat  yang  maknanya terpadu. DiKarenakan fungsinya  adalah sebagai  penghubung kaimat,  kata sambung antar kalimat  biasanya  diawali  dengan minimal satu kalimat terlebih dahulu.


Kata Sambung Antar kalimat Pada Bahasa Bali

Adapun bentuk   kata sambung antar kalimat pada Bahasa Bali adalah berikut ini:

1. Sakewala (akan tetapi)

Contohnya dalam Kalimat “Sujatine Ni Sari-jegeg” dan kalimat “Ni Sari jelema-sombong”. Ketika dihubungkan menjadi “Sujatine Ni Sari-jegeg, Sakewala, Ni Sari jelema-sombong.

2. Buina (lagi pula)

Misalnya antara kalimat “Putu-Ayu anak luh-jegeg” dan kalimat “Putu-Ayu anak luh-ajer”. Dihubungkan menjadi  “Putu Ayu anak luh-jegeg. Buina, Putu Ayu anak luh-ajer”.

3. Laut (selanjutnya)

Kalimat “Ragane-kayeh enggal-enggal” dan kalimat “Ragane-luas ka sekolah”.

Disambungkan menjadi “Ragane-kayeh enggal-enggal. Laut, Ragane-luas ka sekolah.

4. Sajaba ento (selain itu)

Kalimat “Ketut Rasta ngadep-carik” dengan  “Ketut Rasta ngadep-motor”. Keduanya disambungkan menjadi “Ketut Rasta ngadep-carik. Sajaba ento, Ketut Rasta ngadep-motor”.

5. Yadiastun-asapunika (meskipun demikian)

Misalnya kalimat “Tiang tusing ngelah-pipis” dengan “Tiang tetap lakar-masekolah”. Dihubungkan menjadi “Tiang   tusing   ngelah-pipis. Yadiastun-asapunika,  tiang   tetap   lakar-masekolah”.

6. Punika-mawinan (itulah sebabnya)

Misalnya kalimat  “I Raka kaliwat-belog” dengan kalimat “I Raka tusing menek-kelas”. Keduanya disambungkan menjadi “I Raka kaliwat-belog. Punika mawinan, I Raka tusing menek-kelas”.

7. Lenan teken-ento (selain itu)

Contohnya pada kalimat “Tiang ka-peken meli-baju” dengan kalimat “Tiang masi meli-sepatu muah celana”. Penggabungan keduanya menjadi “Tiang ka-peken meli-baju. Lenan-teken ento, tiang-masi meli-sepatu-muah celana”.

8. Ento awinan (oleh sebab itu)

Contohnya yaitu pada kalimat “Dibi ujane bales-pesan” dan “Tiang tusing masuk-sekolah”. Terbentuklah kalimat “Dibi ujane bales-pesan. Ento awinan, tiang tusing masuk-sekolah”.

9. Sakonden ento (sebelum itu)

Contohnya yaitu “Buin mani-tiang malali ka-Badung” dengan kalimat “Tiang malali ka-Klungkung”. Keduanya dihubungkan dengan kata Sakonden ento (sebelum itu) menjadi “Buin  mani-tiang  malali  ka-Badung. Sakonden  ento,  Tiang-malali  ka-Klungkung”.

10. Suud keto (setelah itu)

Kalimat contohnya yaitu “I Meme-nyakan di-paon” yang dihubungkan dengan kalimat “I Meme-matulung ka-carike”. I Meme nyakan-di paon. Suud keto, I Meme matulung-ka-carike.

Makna Kata Sambung (Konjungsi) Antar kalimat

Berdasarkan  pada bentuk-bentuk kata sambung atau konjungsi pada antar kalimat  yang disebutkan di  atas, ada sejumlah makna yang terdapat di dalamnya:

1. Untuk Menyatakan lanjutan dari sebuah peristiwa ataupun keadaan dari kalimat sebelumnya. Ada beberapa bentuk  konjungsi atau kata sambung  antar kalimat  yang  masuk dalam kategori di  atas, yaitu salanturnyane (selanjutnya) dan suud keto (setelah itu).

 

 

Hal di atas dapat anda lihat pada kalimat contoh berikut ini :

“Ni Made-Sari suba-manjus semengan-pesan” dengan kalimat “Ni Made-Sari mapayas-sambilange gendang-gending”. Kalimat penggabungannya adalah sebagai berikut “Ni Made-Sari suba-manjus semengan-pesan. Suud keto, Ni Made-Sari mapayas-sambilange gendang-gending.

Ada sejumlah kata sambung atau yang disebut juga konjungsi hubung  antar kalimat  yang  ada  pada  kategori  ini, misalnya laut (selanjutnya), wus-punika (selanjutnya), dan juga salanturnyane (selanjutnya),.

2. Untuk Menyatakan konflik atau pertentangan dengan kejadian atau keadaan pada kalimat sebelumnya. Kata sambung atau Konjungsi antar kalimat yang masuk dalam kategori makna di atas yaitu sakewala (akan tetapi).

Misalnya pada kalimat “Luh Adi anak-mula jegeg tur-dueg” dengan kalimat “Luh-Adi sombong”.

Kedua kalimat ini digabungkan menjadi “Luh  Adi anak-mula jegeg tur-dueg. Sakewala, Luh-Adi sombong”. Kata sambung atau Konjungsi antar kalimat juga sejalan dan sama dengan makna sakewala adalah kewala (tetapi).

Penggunaan kata sambung kewala dapat dilihat misalnya pada penggabungan kalimat “Tut Adi anteng-malajah” dengan kalimat “Tut Adi sing demen-nyampat”. Kalimat hasil penggabungannya menjadi “Tut Adi anteng-malajah. Kewala, Tut Adi sing demen-nyampat”.

3. Untuk Menyatakan  sebuah  hal,  peristiwa,  ataupun  keadaan  lain yang  berada di luar  dari makna kalimat  yang disebutkan sebelumnya.

Terdapat beberapa kata sambung atau konjungsi  dengan arti yang sama dan masuk juga pada kategori ini, yaitu turmaning (lagi pula), turing (lagi pula), kalud (lagi pula), dan buina (lagi pula).

Contoh penggunaanya yaitu :

“Ketut Garing anak cenik-polos” dan “Ketut Garing bagus-genjing”. Digabungkan menjadi “Ketut Garing anak cenik-polos. Turmaning, Ketut Garing bagus-genjing.

 

Made Dwija Putra
Made Dwija Putra Dwija adalah seorang mahasiswa di Monarch Bali Candidasa mulai dari tahun 2020 sampai sekarang, saya suka menulis.

Posting Komentar untuk "10 Penggunaan Kata Sambung Untuk Bahasa Bali"